Literasi Bawah Pohon, Nguri-uri Sastra di Banyumas
![]() |
Foto bersama peserta Literasi Bawah Pohon di Taman Balai Kemambang Purwokerto, Minggu (27/10/19). |
Purwokerto, LPM Saka – Bulan Oktober menjadi momen yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, pada bulan tersebut Bahasa Indonesia diresmikan. Sehingga, bulan Oktober juga dikenal sebagai Bulan Bahasa. Tidak melewatkan momen itu, Komunitas Cipta Gembira Purwokerto dan Gubug Kecil Indonesia gelar Literasi Bawah Pohon di Taman Balai Kemambang Purwokerto, Minggu (27/10/19).
Pimpinan Komunitas Cipta Gembira
Purwokerto Maulana Arifin, menjelaskan bahwa Literasi Bawah Pohon tidak hanya
untuk memperingati Bulan Bahasa. Tetapi, juga untuk mengisi forum sastra di
Banyumas yang nampak kosong. “Padahal sangat penting bagi masyarakat untuk
memiliki pemahaman terhadap bahasa yang baik. Juga meningkatkan gairah menulis.
Karena gairah menulis sama dengan gairah membaca,” jelasnya.
Literasi Bawah Pohon ini dikemas dengan konsep
sarasehan. Acara dimulai pada pukul 13.00 WIB, dengan tiga sesi materi yang
berbeda. Sesi pertama Pensil Kajoe yang menyampaikan proses kreatif menulis,
kedua Teguh Trianton menyampaikan asal-usul lahirnya sastra Indonesia di
Banyumas dan ketiga Yanwi Mudrikah menyampaikan literasi bawah pohon.
Pensil Kajoe yang juga merupakan penulis menjelaskan
pentingnya membaca buku. Sebab, menurutnya, membaca buku adalah dasar untuk menjadi
seorang penulis. “Seorang penulis harus seorang pembaca buku. Mustahil ingin
menjadi penulis tapi tidak pernah membaca buku,” ungkapnya.
Kemudian, pada sesi kedua, Teguh Trianton memantik
peserta sarasehan untuk mengulas sejarah. Menurutnya, sastra di Banyumas
berkembang dari komunitas-komunitas sastra di tahun 70-an. Selanjutnya, berlanjut
sastra diperbincangkan di radio. Tidak hanya itu, koran-koran juga banyak
memuat karya penulis dari Banyumas. Sehingga, munculah nama-nama sastrawan.
Selanjutnya, Teguh juga menambahkan, biasanya
sastrawan lahir dari latar belakang jurnalis. Selain itu, komunitas akademik
atau kampus dan di luar kampus juga turut andil dalam lahirnya sastra di
Banyumas. Terakhir, komunitas sastra di pesanten dan event lomba yang
juga melahirkan sastrawan. Itulah titik awal sastra Banyumas yang akan mewarnai
sastra Indonesia.
Selain itu, Yanwi
Mudrikah juga menekankan bahwa Literasi Bawah Pohon adalah salah satu upaya untuk
melestarikan sastra di Banyumas. “Literasi bawah pohon pada intinya kami
sedang nguri-uri (melestarikan) sastra di Banyumas, bekerja sama antara
Komunitas Cipta Gembira dan Gubuk Kecil Indonesia,” ujarnya.
Yanwi juga berharap dengan adanya
sarasehan ini kedepannya dapat meningkatkan semangat literasi sekaligus
melahirkan penulis-penulis muda di Banyumas.
Reporter :
Shevilla Dewi Pramudita dan Ulfatul Khoolidah
Editor :
Umi Uswatun Hasanah
Post a Comment