Epilog Demokrasi Politik Mahasiswa, Terungkapnya Vendor Pemiluwa

Ilustrasi : Pexels
 

LPM Saka, Purwokerto - Setiap tahun mahasiswa akan disibukkan dengan prosesi regenerasi untuk menyiapkan sosok pemimpin baru bagi kampusnya. Pesta demokrasi sebagai salah satu ajang tahunan terbesar seharusnya dapat disambut dengan antusiasme yang tinggi. Mengingat pemilihan umum sebagai salah satu wadah pembelajaran demokrasi bagi mahasiswa.


Seperti halnya pemiluwa di IAIN Purwokerto yang dilaksanakan sejak 4 Januari 2021 dan berakhir pada pelantikan seluruh Lembaga Kemahasiswaan (LK), Senin (8/2). Adanya perhelatan pemiluwa sebagai arena mencari suara masih saja menyisakan banyak polemik yang perlu dibenahi bersama, terlebih karena situasi pandemi. Senada dengan hal tersebut, Wakil Rektor 3 IAIN Purwokerto menyampaikan perlu adanya evaluasi.


"Perlu dievaluasi. Pasti ada plus dan minus karena suau hal yang tidak normal itu akan melahirkan kenormalan di tengah-tengah ketidaknormalan. Di tengah situasi pandemi ini kita semua tahu jika offline itu tidak mudah. Maka bagaimana pemiluwa tetap terlaksana dengan cara online, mengacu pada anggaran dan edaran tentang kemahasiswaaan. Juga melakukan terobosan baru sehingga bisa efektif dan efisien.” ungkap Sulkhan Chakim saat ditemui LPM Saka, Selasa (9/2).


Terungkapnya Vendor Pemiluwa

Sejak sosialisasi pemiluwa hingga pelantikan terdapat banyak hal yang bisa ditanyakan sebagai bentuk demokrasi yang sehat; meskipun pada akhirnya tanpa menemukan jawaban. Mulai dari vendor, kampanye, kode unik, situs web, transparansi, dan masih banyak lagi.


Awalnya saat sosialisasi Pemiluwa (4/1), Ketua Panitia Pemilihan Mahasiswa (PPM), Sidiq Adi Purnama menjelaskan bahwa pemiluwa menggunakan vendor yang berasal dari Universitas Amikom Purwokerto. Namun ternyata kerja sama tersebut berhenti di tengah jalan. 


“Memang kalau berbicara kenapa kita tidak pakai Amikom, mungkin ada beberapa pihak yang merasa dirugikan, kemudian kita berpindah vendor. Pada awalnya kita memang dengan Amikom. Hanya saja tidak sampai MoU yang benar-benar sudah kontrak. Kita hanya sampai pada proses, hampir MoU. Ternyata tidak bisa dilanjutkan. Tapi Amikom memang memberikan source code.” terang Sidiq saat ditemui LPM Saka, Senin (8/2).


Barulah di hari penghitungan suara, Rabu (27/1), PPM memunculkan wajah sang vendor. Saat Tim LPM Saka bertanya kembali terkait siapa vendor sebenarnya, Sidiq hanya mengatakan vendor bukan mahasiswa.


“Vendor kita dari Cilacap. Vendornya bukan mahasiswa tetapi pekerja freelance yang bergerak di bidang pembuatan website dan beliau punya satu tim yang terdiri dari tiga orang dan masing-masing sudah memiliki CV.” ungkapnya.


Jawaban tersebut tidak memberikan benang merah. Sehingga Tim LPM Saka melanjutkan pencarian terkait orang yang disebut-sebut menjadi vendor untuk website www.ppmiainpwt.com. Penelusuran ini akhirnya mencapai titik terang pada sosok vendor sebenarnya. Ialah Slamet Pamuji, alumni IAIN Purwokerto tahun 2020.


“Ya saya menjadi vendor saat Pemiluwa IAIN Purwokerto. Saya menjadi vendor itu memiliki tim, terdiri dari 5 anak di sini.” ungkap Slamet saat dihubungi LPM Saka via WhatsApp, Senin (8/2).


Slamet juga mengatakan bahwa pihak PPM menghubungi Slamet tujuh hari sebelum pemiluwa berlangsung. Lebih tepatnya setelah PPM membatalkan kerjasama dengan pihak Amikom.


“Kemarin saat PPM memilih saya menjadi vendor di H-7 setelah PPM membatalkan Amikom sebagai vendor. Mas Sidik menghubungi saya langsung melalui WhatsApp. Kemudian saya konfirmasi dengan Mas Sidiq dan betul bahwa saya ini disuruh untuk membantu menjadi vendor di PPM IAIN Purwokerto.” jelasnya.


Dari informasi yang diperoleh LPM Saka, dana yang dialokasikan untuk vendor sebesar Rp 2.750.000. Mendengar hal ini, Slamet mengkonfirmasi.


“Untuk dana yang digelontorkan dari PPM kemarin memang benar ada 2 juta lebih.” tutur alumni prodi Ekonomi Syariah tersebut.


Diketahui tim vendor dari @go_dimensi.art terdiri atas mahasiswa dan alumni. Dalam pembuatan web, Slamet hanya mengatakan terdapat beberapa bidang masing-masing yang mengurus web, baik dari mahasiswa IAIN Purwokerto maupun alumni UNPAD Jatinangor.


Respons Mahasiswa

Pandemi menjadi alasan terbesar pembatasan berbagai aktivitas, termasuk pemiluwa kampus tahun 2021. Meski dilakukan secara online, Irham Hanif Abriyanto, salah satu mahasiswa Prodi KPI mengungkapkan bahwa pemungutan suara secara perwakilan ini tidak mewakili hak suara mahasiswa.


“Kenapa mekanisme secara teknis itu masih perwakilan suaranya? Sedangkan dengan kondisi online seperti ini justru lebih efektif untuk one man one vote kan.” tutur Irham, saat dihubungi LPM Saka, Selasa (9/2).


Ia menjelaskan perlu adanya kepercayaan dan transparansi untuk pemiluwa. Irham juga mengaku bahwa dirinya lebih memilih apatis terhadap pemiluwa.


“Kalau aku sendiri lebih apatis karena pertama kecewa dengan sistemnya, kedua karena  kurangnya publikasi untuk memperkenalkan calon-calonnya. Dan yang terakhir, kepercayaan yang disia-siakan akan menimbulkan kecewa pada tiap-tiap mahasiswa, khususnya mahasiswa yang tidak ditunggangi oleh kebutuhan politik di belakangnya.” pungkasnya.


Sementara itu, mahasiswa semester 7, Laila Fitria Rahma menyoroti perlunya kepanitiaan yang independen.


“Dari SEMA, Panwas, dan PPM harus benar-benar independen dulu. Terus terang tahun ini saya rasa kurang banget sosialisasi di media maya.” ungkapnya.


Ia juga menambahkan bahwa mahasiswa apatis merupakan masalah klasik di kampus. Tugas aktivis kampus tidak cukup hanya aktif di organisasi dengan tuntutan proker. Namun bagaimana cara menarik minat mahasiswa untuk bisa berpartisipasi.


 


Reporter  : Pandika Adi Putra, Gema Sahara, & Ulfatul Khoolidah

Editor      : Fatih Amrulloh

Post a Comment

Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?

Previous Post Next Post