Penyalin Cahaya merupakan film debut Wregas Bhanuteja sebagai sutradara film panjang. Film tersebut menyuguhkan kisah pelecehan seksual dari sudut pandang korban—mengajak para penonton untuk mengobarkan api keadilan di ruang yang dianggap suci.
Suryani (Shenina Cinnamon) berperan sebagai seorang mahasiswa berprestasi dari jurusan Ilmu Komputer yang harus kehilangan kesempatan meraih beasiswa karena suatu masalah. Ia merasa dirinya mendapat kekerasan seksual dan mendapat perlakuan tidak adil dari orang-orang terdekatnya. Tak hanya kehilangan beasiswa—Suryani juga kehilangan kepercayaan, harga diri, serta hak untuk didengar.
Masalah berawal ketika Sur (nama panggilan Suryani) datang dalam pesta untuk merayakan kemenangan komunitasnya, Teater Matahari. Pesta tersebut diadakan di rumah salah satu anggota teater, Rama (Giulio Parengkuan). Keesokan harinya, di tengah wawancara beasiswa, foto-foto Sur yang tampak mabuk saat di pesta tersebar ke publik. Saat itu juga permohonan beasiswanya ditolak. Sur yang tidak merasa mengambil foto-foto tersebut, mencoba melakukan cara-cara cerdik untuk mencari keadilan, bersama temannya, Amin (Chicco Kurniawan). Siapa sangka mesin fotocopy dari kios Amin bisa membantu Sur untuk memperjuangkan keadilan?
Perjuangan Sur merepresentasikan suara korban kekerasan seksual yang kerap dibungkam. Salah satu dialog dalam film ini yang sangat menggambarkan perjuangan para korban kekerasan seksual adalah “Di dalam kegelapan, saya memutuskan untuk bekerja.” Dialog ini mencerminkan bagaimana korban kekerasan seksual kerap berada pada situasi tanpa keadilan dan tanpa dukungan, namun tetap berani melawan diam-diam demi keadilan dan harga diri.
“Penyalin Cahaya” hadir sebagai kritik sosial terhadap kampus, yang tak hanya lalai, tapi juga terlibat dalam pembungkaman untuk melindungi reputasi institusi. Kebanyakan kampus memilih bungkam dengan kalimat: “Jangan rusak nama baik kampus”. Harusnya kita sadar bahwa kekerasan seksual tak berdiri sendiri. Ia dilestarikan oleh bungkamnya banyak orang.
Film ini mengingatkan kita bahwa setiap kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus yang disimpan rapat oleh birokrasi merupakan pengkhianatan terhadap nilai pendidikan. Kampus seharusnya hadir sebagai ruang aman, yang memiliki regulasi keberpihakan pada korban. Kita, sebagai bagian dari civitas kampus, saatnya mengambil posisi dalam mengawal kasus kekerasan seksual serta berdiri pada sisi kebenaran dan korban.
Kumparan. (2022, 18 Januari). Review Film Penyalin Cahaya: Menguras, Menutup. dan Mengubur si Medusa. Diakses pada 28 Mei 2025, dari https://kumparan.com/playstoprewatch/review-film-penyalin-cahaya-menguras-menutup-dan-mengubur-si-medusa-1xKNuW9fjHH/4
idntimes.com. (2022, 13 Januari). Review Penyalin Cahaya: Pelecehan Seksual dari Sudut Pandang Korban. Diakses pada 27 Mei 2025, dari https://www.idntimes.com/hype/entertainment/aulia-supintou-1/review-film-penyalin-cahaya?page=all
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?