FGD di Hotel Aston Imperium Purwokerto pada Rabu (26/06) |
Purwokerto,
LPM Saka – IAIN Purwokerto berupaya menjadi pusat kebudayaan
Penginyongan. Dalam hal ini, budaya Penginyongan akan diimplementasikan dalam
kehidupan kampus. Sebagai langkah awal, Rektor IAIN Purwokerto Dr. Moh. Roqib,
M.Ag bersama dengan budayawan Banyumas Ahmad Tohari dan Dr. Fauzi M. Ag. berusaha
menggali potensi budaya Penginyongan dalam Forum Group Discussion (FGD) di
Hotel Aston Imperium Purwokerto, Rabu (26/06).
Menurut Raqib, budaya Penginyongan
memiliki sejarah panjang dalam peradaban Jawa serta menyimpan nilai luhur yang
dianggap perlu dipertahankan. IAIN Purwokerto sebagai satu-satunya Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berada di wilayah Penginyongan,
merasa terpanggil untuk menggali secara dalam serta mengimplementasikannya.
“Kami nanti akan mengupayakan
(penerapan budaya Penginyongan). Misalnya hari Kamis menggunakan bahasa Penginyongan,
pakaian batik Banyumasan dan produk budaya Penginyongan yang lain,” tutur
Roqib.
Sementara itu, Ahmad
Tohari mengungkapkan dalam budaya Penginyongan mempunyai tiga nilai strategis
berupa populisme, egalitarianisme dan komunalisme. Dengan tiga nilai tersebut,
budaya Penginyongan berpotensi mempunyai modal sosial untuk membangun
masyarakat yang egaliter, kohesif, dan produktif. Pasalnya, sistem feodal yang
melekat, dianggap bisa memecahbelah demokrasi.
“Hal ini yang membuat
demokrasi kita terpecah-pecah. Karena tumbuh di antara sistem feodal,” ujar
Tohari.
Selanjutnya, tambah
Tohari intisari semangat budaya Penginyongan adalah egaliter. Pasalnya,
egaliter adalah modal utama untuk sebuah republik. Meski begitu, Tohari juga
mengakui untuk membangun masyarakat yang egaliter akan mengalami kesulitan,
karena sistem feodal masih melekat di Indonesia.
Reporter : Ahmad Kholikul Faozi
Editor : Umi Uswatun Hasanah
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?