Reading Society sebagai Modal Utama Advance Society



Purwokerto, LPM Saka – Belakangan, perguruan tinggi tersohor di Amerika Serikat, Universitas Harvard santer dibicarakan di Indonesia. Pasalnya, Harvard menjadi salah satu kampus yang membuat bimbang Maudy Ayunda. Artis bertalenta di Indonesia itu bimbang lantaran diterima di dua kampus terkemuka dunia, yaitu Harvard dan Stanford. Namun, karena sudah mengincar Stanford cukup lama, Maudi menjatuhkan pilihannya ke Stanford. Tetapi, bagaimana, sih, reputasi universitas tertua di Amerika Serikat yang ditolak Maudy Ayunda?

Universitas Harvard memiliki reputasi sebagai salah satu universitas riset paling tersohor. Banyak penelitiannya dari berbagai disiplin ilmu telah dipublikasikan dan dipraktikkan. Salah satu upaya paling sederhana yang dilakukan Harvard untuk terus mengembangkan risetnya adalah dengan melibatkan mahasiswa S1 dalam berbagai penelitian yang dipimpin langsung oleh seseorang profesor maupun studi independen (Arip, 2006).

Mempunyai reputasi baik, Harvard memiliki 76 gedung perpustakaan. Dilansir dari Kompas, Perpustakaan Widener menjadi jantung sistem seluruh perpustakaan tersebut. Bahkan, perpustakaan dengan koleksi paling lengkap itu, mempunyai tiga juta buku termasuk buku-buku langka. Selain perpustaan yang ada di Harvard memiliki reputasi baik, salah satu perspustakaannya–Perpustakaan Houghton juga terdapat koleksi buku bersampul kulit manusia. Buku itu berjudul Des Destinees De I’ame (Takdir Jiwa) yang ditulis oleh Arsene Houssaye. Buku yang dibuat pada abad ke-19 kemudian diberikan kepada temannya Dr. Ludovic Bouland.

Pada Juni 2014 lalu, media menuliskan bahwa sampul tersebut dibuat langsung oleh Dr. Ludovic Bouland. Para peneliti mengungkapkan bahwa kulit tersebut dari punggung perempuan dengan kelainan mental. Ia meninggal karena serangan strok. Bahkan di dalam buku itu, Dr. Ludovic Bouland menuliskan perbuatannya.

“Sebuah buku tentang jiwa manusia berhak memiliki penutup manusia,” tulisnya.

Menurut catatan yang beredar pada masa itu, sampul buku dengan kulit manusia dianggap lazim. Banyak penjahat setelah dieksekusi, mereka menyerahkan diri untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Kemudian, kulit mereka diserahkan kepada penjilid buku. Biasanya, buku yang dibuat oleh pelaku kriminal akan disampuli kulitnya sendiri.

Reading Society Sebagai Jalan yang Tepat

Dari ditemukannya buku bersampul kulit manusia, bisa dikatakan literasi menjadi orientasi utama dunia. Pasalnya, buku menjadi salah satu penunjang tumbuhnya bangsa yang besar. Sebab, buku adalah sehimpun pengetahuan yang membuat pikiran lebih terbuka. Di dunia akademis, sangat perlu kiranya buku menjadi salah satu rujukan yang penting. Sebab, di era yang cukup genting, di mana informasi mentah mudah didapatkan, civitas academica diharapkan tidak menjadi masyarakat yang latah.  
Selama ini, keberaksaraan (literacy) kerap didaulat menjadi kunci yang mampu membuka pintu bagi datangnya modernisasi, partisipasi, empati, demokratisasi, desentralisasi ilmu pengetahuan, perbaikan taraf hidup terutama ekonomi, serta kemajuan suatu bangsa. Laporan UNESCO tahun 2005 berjudul “Literacy For Life” menyebutkan adanya hubungan erat antara iliteracy (ketidakberaksaraan) dengan kemiskinan. Di banyak negara dengan tingkat kemiskinan tinggi, seperti Bangladesh, Ethiopia, Ghana, India, Nepal, dan Mozambik, tingkat ketidakberaksaraannya juga tinggi (Irkham, 2012: 8).

Hampir senada dengan itu, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat meresmikan Toko Buku Gramedia pada Desember 2008 lalu, juga menjelaskan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki masyarakat maju pula. Menurutnya, masyarakat maju ditopang oleh masyarakat yang gemar membaca (buku). Reading society menjadi modal utama untuk menuju advance society.

“Kalau kita ingin menjadi advance society, harus berangkat dari reading society. Ini adalah jalan yang tepat,” terang SBY seperti yang dikutip oleh LPM Saka dari Kompas edisi 23 Januari 2009.

Sepakat dengan SBY, Penyair Indonesia Abdul Wachid B.S. juga berpendapat bahwa membaca dan menulis harus dijadikan sebuah kebiasaan. Sebab, membaca juga bisa menjadi penunjang ingatan yang kuat. Tidak hanya menunjang ingatan, membaca juga bisa membentuk kepribadian.

“Kepribadian kita akan ditentukan oleh bacaan-bacaan kita pada saat remaja. Jadi, jangan sia-siakan masa remaja hanya dengan main-main yang tidak jelas niat, cara, dan tujuannya,” tutupnya saat dihubungi oleh LPM Saka, Jumat (16/08/2019) malam.

Bagaimana Meningkatkan Literasi?

Untuk menuju advance society, kemampuan membaca dan menulis musti ditingkatkan. Sebagai civitas academica, salah satunya mahasiswa, perlu kiranya untuk ikut andil menjadi advance society. Hal-hal yang bisa dilakukan oleh mahasiswa seperti kamu adalah:  
  1.            Mengikuti Komunitas Berbasis Literasi
    Di kampus akan mudah ditemukan komunitas yang berbasis literasi. Di sana, mahasiswa akan lebih terarah, lantaran terdapat mentor yang akan mengevaluasi. Tidak hanya itu, perkembangan literasimu pun bisa berkembang cukup baik.
  2.           Berdiskusi
    Jika tidak ingin terikat dengan suatu komunitas, kamu yang mencintai kebebasan bisa melakukan diskusi. Diskusi bisa dilakukan dengan siapa saja dan di mana saja. Bahkan menyoal apa saja. Di Fakultas Dakwah, ada beberapa spot yang bisa digunakan untuk diskusi. Seperti, Laboratorium Fakultas Dakwah, area depan Laboratorium Fakultas Dakwah, sampai belakang Laboratorium Fakultas Dakwah. Sementara kalau kamu masih bingung bergabung dengan siapa, LPM Saka rutin melakukan diskusi Kamisan. Diskusi itu dibebaskan untuk siapa saja, kamu boleh datang.
  3. Mengikuti Seminar Ilmiah                                                                                                  Untuk yang satu ini, kamu mungkin harus mengelurkan uang. Tetapi, seminar ilmiah seperti ini cukup efektif, lantaran berisi bahasan serius dengan tenaga ahli sebagai narasumbernya. Dan, tenang, uang yang dikeluarkanpun biasanya akan digantikan makan siang, sertifikat, atau kalau kamu beruntung, kamu bisa membawa pulang doorprize.
Terakhir, mahasiswa adalah seorang terpelajar. Menurut Pram, seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Barangkali, membaca (buku) tidak serta merta membuatmu berlaku benar. Tetapi, membaca (buku) membantumu memahami untuk tidak mudah menghakimi.



Penulis : Umi Uswatun Hasanah
Editor : Nani Setiani

Post a Comment

Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?

Previous Post Next Post