Ilustrasi: iStock |
Persaingan antar produk atau
perusahaan merupakan hal
yang lazim dalam bisnis. Misalnya, dalam dunia industri
maskapai penerbangan, ada Wings Air yang bersaing dengan Garuda Indonesia, atau dalam industri Consumer Goods ada
Indofood yang bersaing ketat dengan Unilever serta Arta Boga Cemerlang, atau
yang paling sering kita jumpai adalah persaingan antara Gojek dengan Grab.
Namun, saya melihat ada sesuatu yang
menarik untuk dibahas dari persaingan antara warung makan Mba Neni dan Pagongan.
Sebab, dua warung makan tersebut selain menawarkan produk yang sekilas hampir
sama, tapi tetap bisa hidup berdampingan sebagai dua warung makan yang
harmonis. Eh, maksudnya, dua warung makan ini terlihat sama-sama ramai
pembeli.
Bagi
yang belum familiar dengan warung makan Mba Neni dan Pagongan,
tentu akan bertanya, apa sih warung makan Mba Neni dan Pagongan? Sebelumnya,
sudah saya ulas sedikit tentang dua warung makan tersebut di tulisan yang
bertajuk Ketika Warung Makan Mba Neni dan Pagongan Ditutup.
Dua warung makan ini menarik, lantaran
biasanya masing-masing produsen akan mencari tempat pemasaran yang berjauhan
dengan pesaingnya. Alasannya,
agar memiliki jangkauan pasar yang berbeda dengan harapan
bisa menjaring pelanggan yang lebih banyak. Namun, sekali lagi, warung
makan Mba Neni dan Pagongan serta tentu saja Alfamart dan Indomart mendapat pengecualian.
Untuk
mengetahui lebih dalam mengenai faktor apa yang membuat warung makan Mba Neni
dan Pagongan bisa berdiri berdampingan, saya akan membahasnya dari
aspek pemasaran dengan melakukan analisis sederhana menggunakan pendekatan yang
dalam kajian ilmu Ekonomi dikenal sebagai Bauran Pemasaran atau Marketing
Mix.
Sederhananya,
pemasaran adalah proses yang dilakukan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan
dengan menciptakan serta menawarkan produk bisnis untuk memberikan kepuasan
terhadap konsumen. Sementara Marketing Mix adalah upaya yang dilakukan
untuk mencari dan memetakan strategi yang tepat agar produk yang diproduksi
bisa diminati oleh konsumen dengan menggunakan unsur 4P, yaitu product (produk),
price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi).
Product atau Produk
Dalam
unsur pertama ini, yang saya
maksud sebagai product adalah jenis makanan yang dijual di kedua
warung makan. Berdasarkan pengamatan saya yang sudah berulang kali makan di kedua
tempat tersebut selama empat tahun, ada perbedaan mendasar antara produk yang
dijual di warung makan Mba Neni dan Pagongan.
Warung makan Mba Neni menyajikan sayur-mayur yang hijau
dan cocok untuk para vegetarian dan pegiat diet. Sedangkan Pagongan lebih
banyak menyajikan masakan bumbu
santan dan pedas, salah satu yang menjadi klangenan pelanggannya adalah
menu rica-rica ayam yang maknyus di lidah!
Selanjutnya, perbedaan yang sangat
mencolok adalah gorengan
atau mendoannya. Jika Pagongan menyediakan gorengan atau mendoan yang selalu hangat
karena ada tiga pelayan yang secara continue melakukan penggorengan,
sementara Mba Neni tidak melakukan hal demikian. Ini merupakan perbedaan
mendasar yang mungkin membuat perbedaan kategori pelanggan di antara kedua
warung makan tersebut; gorengan hangatnya.
Price atau Harga
Pada
aspek harga, antara kedua warung makan ini tidak memiliki perbedaan mencolok.
Relatif sama.
Pasalnya, di kedua
warung tersebut, pelanggan
cukup membawa uang 6 ribu untuk bisa membawa pulang satu bungkus nasi rames
lengkap dengan gorengannya. Cocok banget karo dompetmu yambok!
Place atau
tempat
Saat
ini, warung makan Mba Neni dan Pagongan yang berada di Jalan Brigjen Encung
masing-masing memiliki dua
gerai. Mba Neni mengusung
konsep minimalis dalam tata letaknya, dengan ciri khas alas mejanya terbuat dari
keramik–Mba Neni memang identik
dengan fasilitas yang kuat dan kokoh. Coba saja tengok sendok dan garpunya, hampir semuanya terbuat dengan bahan yang
tebal dan tidak mudah bengkok. Cocok sekali bagi pelanggan yang suka nyokoti
sendok!
Sementara
itu, Pagongan mengusung konsep lesehan yang dipadukan dengan kursi-kursi yang
mungil dan meja yang juga sangat rendah. Konsep warung makan sangat cocok untuk
pelanggan yang suka makan sambil mendengarkan musik. Pasalnya, pengelola selalu memutar
lagu-lagu dangdut dan campur sari yang membuat pelanggan bisa makan sambil
joged.
Dilihat
dari tempatnya, Pagongan merupakan tempat makan yang didesain untuk pelanggan
yang narsis, karena di warung makan Pagongan terdapat kaca yang berukuran cukup
besar. Jadi, sambil makan bisa nyambi
dandan gais!
Promotion atau
promosi
Warung
makan Mba Neni dan Pagongan merupakan warung makan yang ajaib. Lha bayangna bae si,
warung makan dengan plang mungil dan warnanya sudah luntur saja bisa laris
manis. Apalagi
misalnya warung makan Mba Neni dan Pagongan ini bikin papan tempat yang bagus
dan berwarna-warni? Ini jelas akan mendongkrak penjualan mereka, ‘kan!
Sejauh
pengamatan saya,
sampai saat ini kedua warung makan tersebut juga belum memiliki Official
Account di Instagram atau Twitter. Sehingga ini menjadi keyakinan tambahan bagi
saya bahwa
dalam bisnis terkadang ada invicible hand yang tidak bisa diperkirakan.
Akan
sangat menarik apabila kedua warung makan ini memiliki akun Twitter, mungkin
sesekali kedua akun tersebut akan terlibat twitwar. Kira-kira begini nanti ketika @waroenkmbaneni
ngetwit,
“Ayo
mahasiswa! Kaum kencot di seluruh
dunia, mampirlah ke warung kami.
Bisa
ambil nasi sendiri, loch!
#warungmakanyangnasinyaambilsendiri.”
Lalu
dibalas oleh @pagongan dengan,
“Percuma ambil nasi sendiri
kalau gorengannya adem.
Ayo
mahasiswa, gorengan yang anget! Yang anget! Yang anget!”
Begitulah kiranya saya mengimajinasikan warung makan Mba Neni dan Pagongan dalam perspektif Marketing Mix. Terakhir, saya ingin menyampaikan pepatah yang kuno berbunyi,“Makanlah nasi, jangan makan temanmu sendiri.”
Yudha Pratama, Mahasiswa FEBI 2016 (kontributor).
Editor : Umi Uswatun Hasanah
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?