Tolak Surat Edaran Rektor, Mahasiswa IAIN Purwokerto Gelar Aksi Unjuk Rasa


Ratusan mahasiswa padati halaman Gedung Rektorat IAIN Purwokerto, Senin (29/06/2020)


Purwokerto, LPM Saka – Tidak puas dengan Surat Edaran No. B. 019/In.17/R/PP.009/6/2020 yang dibuat oleh Rektor. Ratusan mahasiswa IAIN Purwokerto yang tergabung dalam Aliansi Ahmad Yani Menggugat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Rektorat IAIN Purwokerto, Senin (29/06/2020) siang.

Sumber: laman http://iainpurwokerto.ac.id/

Surat edaran yang berisi tentang mekanisme pelaksanaan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) atas dampak bencana wabah COVID-19, mahasiswa IAIN Purwokerto tercatat mendapatkan keringanan UKT sebanyak 10%. Namun, agar berhak mendapatkan keringanan, mahasiswa harus melengkapi berbagai persyaratan yang dianggap memberatkan.

Sehingga, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, peserta aksi melakukan audiensi dengan pola jaga jarak. Saat audiensi berlangsung, salah satu perwakilan Aliansi Ahmad Yani Menggugat, Iqrar A. Halim melayangkan enam tuntutan di hadapan birokrat di Lantai 1 Gedung Rektorat IAIN Purwokerto.

Diketahui, Aliansi Ahmad Yani Menggugat menuntut kenaikan persentase pemotongan UKT menjadi 30%, peniadaan seleksi penerima keringanan, pembayaran UKT dilakukan dengan metode angsuran 3 kali dalam satu semester, menyusun standarisasi pendidikan daring, meniadakan pemungutan biaya wisuda daring, dan menanyakan anggaran Kuliah Kerja Nyata (KKN) COVID-19.

Iqrar mengungkapkan, enam tuntutan tersebut dihasilkan dari banyak keresahan mahasiswa melalui data yang dikumpulkan oleh Aliansi Ahmad Yani Menggugat. Sebelumnya, Aliansi Ahmad Yani Menggugat diketahui menyebarkan angket secara daring kepada seluruh mahasiswa IAIN Purwokerto.

“Kita menampung keresahan tersebut lewat kajian data yang kita dapatkan dari riset. Sehingga, munculah enam tuntutan tersebut,” ujar Iqrar kepada LPM Saka, Senin (29/06/2020).

Menjawab Desakan Aliansi Ahmad Yani Menggugat

Rektor IAIN Purwokerto Moh. Roqib sedang menjawab tuntutan Aliansi Ahmad Yani Menggugat.

Negosiasi terhadap enam tuntutan yang dilayangkan oleh Aliansi Ahmad Yani Menggugat nampak alot. Pasalnya, birokrat terus berdalih bahwa IAIN Purwokerto harus membuat kebijakan sesuai Keputusan Menteri Agama (KMA).

Bahkan, sempat dianggap memberikan jawaban yang tidak sesuai, moderator Muhammad Alfi Kautsar meminta Rektor IAIN Purwokerto Moh. Roqib menjawab tuntutan secara runtut. “Jangan mengalih ke tuntutan yang kedua, Pak. Kita minta tanggapan dari birokrat itu satu per satu. Jadi bagaimana? Apakah mengiyakan 30 persen atau bagaimana? Jangan langsung ke poin ke dua, Pak, atau ke poin-poin lainnya. Tuntaskan dulu poin pertama,” ujar Alfi saat memandu audiensi.

Sehingga, setelah bicara sebanyak 22 menit, Moh. Roqib kembali menjawab poin nomor satu. Menurut beliau, tuntutan keringanan UKT sebanyak 30% sudah dijawab saat audiensi bersama Lembaga Kemahasiswaan (LK), Selasa (16/06/2020). Keringanan UKT 10%, lanjutnya, sudah mengacu pada KMA Nomor 515 Tahun 2020.

“Kalau 30% itu kemudian tidak ada yang lain-lain (pemenuhan fasilitas berupa kuota internet, red). Itu hanya menyangkut atau memberikan bantuan atau meringankan hanya sebagian yang memenuhi syarat. Persoalannya di situ,” ujarnya.

Sementara itu, terkait tuntutan mahasiswa mengenai dihapusnya persyaratan, Moh Roqib menjelaskan hal tersebut tidak bisa dilakukan. Lantaran akan melanggar Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Statuta Institut Agama Islam Negeri Purwokerto

“Loh, ya ngga usah ada syarat, ngga usah ada perayaratan. Semua diberi sama. Itu nanti melanggar pada PMA. Kalau melanggar pada PMA itu tidak boleh. Karena apa? Karena perguruan tinggi kita ini perguruan tinggi negeri semuanya harus berada pada peraturan yang berlaku. Jadi, enggak boleh ijtihad terkait pengurangan itu,” jelas beliau.

Selanjutnya, mengenai standar perkuliahan daring, Moh. Roqib mengaku sudah menerima beragam aduan seperti dosen yang tidak serius dalam mengajar, mahasiswa yang mengalami kendala, dan hal lain yang menghambat kuliah daring. Sehingga, dari evaluasi tersebut, birokrat sedang berupaya memperbaiki sistem. 

Kemudian, terkait biaya wisuda daring, mahasiswa non UKT dikenai biaya wisuda. Sementara mahasiswa yang menggunakan sistem UKT tidak dikenai. Selanjutnya, mahasiswa yang melaksanakan KKN selama 20 hari saat awal pandemi, anggarannya tidak bisa dikembalikan. Pasalnya, menurut Wakil Rektor II H. Ridwan, anggaran paling besar datang dari mahasiswa untuk biaya tempat tinggal. Sehingga, sudah diberikan ke induk semang.

Menuju Nol-Nol

Setelah melakukan negosiasi yang memakan waktu, Aliansi Ahmad Yani Menggugat kembali mendesak birokrat agar dapat mengubah kebijakannya. Desakan datang dari salah satu perwakilan Aliansi Ahmad Yani Menggugat Nadhif Nasrulloh. Sebab, kendati birokrat bertahan dengan kebijakan 10%, menurut Nadhif,  alokasi dana UKT harus ada transparansi.

“Kalau misal pihak birokrasi tidak memberikan keringanan lebih dari 10%. Maka, kesepakatan teman-teman adalah melakukan keterbukaan mengenai transparansi dana UKT yang bersumber dari mahasiswa,” ujar Nadhif.

Pasalnya, menurut Nadhif, hal itu belajar dari Rancangan Anggaran Belanja (RAB) KKN Revolusi Mental yang tidak jelas. “Bukannya saya dan teman-teman itu tidak percaya atau seperti apa. Tapi, bagaimanapun belajar dari pengalaman KKN kemarin yang Revolusi Mental, uang 200 juta aja saya dikasih 6 RAB itu bohong semua!” jelas Nadhif yang diikuti riuh teriak peserta aksi unjuk rasa.

Nota Kesepahaman bermaterai yang ditandatangani langsung oleh Rektor IAIN Purwokerto Moh. Roqib dan beberapa saksi.

Selanjutnya, perwakilan Aliansi Ahmad Yani Menggugat Ibnu Katsir juga turut mendesak. Kendati mengalami negosiasi yang panjang, akhirnya terjadi Nota Kesepahaman. Dalam nota tersebut, disepakati Surat Edaran No. B. 019/In.17/R/PP.009/6/2020 tentang mekanisme pelaksanaan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) atas dampak bencana wabah COVID-19 tidak berlaku sebelum selesai penghitungan anggaran ulang selambat-lambatnya satu minggu setelah audiensi.

Reporter          : Ratri Firda Mawarni & Umi Uswatun H.
Editor              : Alvin Hidayat


Post a Comment

Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?

Previous Post Next Post