7 Tahun Pemerintahan Jokowi, Sejumlah Mahasiswa Geruduk Gedung DPRD Banyumas

7 Tahun Pemerintahan Jokowi, Sejumlah Mahasiswa Geruduk Gedung DPRD Banyumas


Purwokerto, LPM Saka - Dalam laporan The Economics Intelligence Unit (EIU) pada tahun 2020, indeks demokrasi Indonesia menduduki peringkat 64 dari 167 negara di dunia. Di Asia Tenggara sendiri, Indonesia berada pada peringkat empat di bawah Malaysia, Timor Leste dan Filipina. Hal tersebut mempresentasikan indeks demokrasi Indonesia terburuk dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Terdapat lima indikator yang digunakan EIU dalam menentukan indeks demokrasi suatu negara yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, serta kebebasan sipil.


Di sisi lain, Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) mencatat Indeks Demokrasi Indonesia pada indikator kebebasan berpendapat memperoleh angka yang tinggi dibandingkan pada tahun 2019 dan 2020. Hal tersebut mencakup ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat.


Merangkum berbagai kasus rezim Pemerintah Jokowi, adanya penyelewengan bisnis dan kekuasaan yang terjadi sejak pengesahan revisi UU KPK, pelemahan KPK melalui pelanggaran HAM dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), pengesahan UU Minerba dan UU Cipta Kerja yang berpihak kepada investor, maraknya tindakan represif dan kriminalitas oleh aparat kepolisian, hingga pembatasan kebebasan sipil seperti pembungkaman terhadap berbagai pihak yang melakukan kritik kepada pemerintah.


Aksi Geruduk Gedung DPRD Banyumas

Sebanyak 190 mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Masyarakat Banyumas Bergerak (Semarak) melakukan aksi Geruduk Gedung DPRD Banyumas Refleksi 7 Tahun Dosa Rezim Jokowi di depan Gedung DPRD Banyumas, Senin (18/10/2021). Mereka menyerukan sejumlah tuntutan terkait kebebasan sipil, agenda pelemahan pemberantasan korupsi, dampak setahun UU Cipta Kerja terhadap ketenagakerjaan dan lingkungan, serta pelanggaran HAM.


Aksi yang diagendakan pukul 12.30 WIB tersebut baru bergerak dari titik kumpul di Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Jendral Soedirman (PKM Unsoed) sekitar pukul 14.30 WIB.


Menteri Pergerakan Mahasiswa BEM Unsoed Wisnu Ludhi mengungkapkan, aksi dilakukan dalam rangka momentum 7 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo,


“Dalam rangka momentum 7 tahun pemerintahan Jokowi, kami dari mahasiswa ingin menyampaikan aspirasi. Harapannya aspirasi, kajian dan tuntutan ini bisa ditanda tangani oleh lembaga DPRD Bayumas dan disampaikan ke pemerintah pusat,” ungkap Wisnu Ludhi.


Dicegat Aparat

Sebelum massa aksi sampai di depan Gedung DPRD Banyumas, sejumlah aparat kepolisian dari Polresta Banyumas telah bersiaga di depan Masjid 17 Purwokerto. Massa aksi yang berniat memarkirkan motor di depan masjid dicegat oleh polisi. Padahal sebelumnya mahasiswa telah berkoordinasi dan mendapatkan izin dari pihak masjid untuk menggunakan halaman tersebut sebagai tempat parkir massa.


“Kami sudah izin sebelumnya pak!” teriak salah satu massa aksi.


Dengan dalih larangan dari para jamaah, aparat kepolisian tidak memberikan izin dan memindahkan parkir massa di Jalan Bank. Massa aksi kemudian melakukan long march menuju Gedung DPRD Banyumas.


Aparat dan Pers Mahasiswa

Dalam perjalanan menuju Gedung DPRD Banyumas, salah satu anggota pers mahasiswa yang sedang mengendarai motor sempat disenggol oleh salah pihak kepolisian yang juga menggunakan motor. Hal tersebut dialamai oleh salah satu anggota LPM Bhaskara Universitas Muhammadiyah Purwokerto.


“Tadi pas lewat jalan perumahan itu sempet di senggol polisi pakai motor. Terus juga ngga boleh masuk lewat palangan polisi. Untung kita nunjukin ID Card Pers jadi dibolehin lewat,” terang salah satu anggota LPM Bhaskara pada LPM Saka.


Di tengah aksi saat pihak DPRD meminta 10 orang perwakilan, sejumlah pers mahasiswa juga sempat tidak diizinkan untuk ikut masuk ke dalam dengan alasan sesuai kesepakatan, hanya 10 mahasiswa.


Diminta Swab Hingga Penandatanganan yang Alot

Aksi tidak sepenuhnya berjalan lancar. Di depan gerbang kantor DPRD Banyumas aparat kepolisian kembali menahan mahasiswa. Mereka tidak memperbolehkan mahasiswa masuk dengan alasan bahwa regulasi untuk masuk ke kantor DPRD harus sudah melakukan tes Swab terlebih dahulu.


“Sini saya minta perwakilan 10 orang untuk menunjukan hasil Swab. Baru boleh menemui face to face dengan pimpinan. Itu aturannya kalo mau masuk kantor,” ungkap salah satu pihak kepolisian.


Pada awalnya pihak DPRD tidak berkenan menyepakti 6 tuntutan mahasiswa.


"Wah itu yang namannya memaksakan karena di dewan loyalis Jokowi banyak yang menganggap beliau on the track,” jelas Subagyo, Ketua Komisi 2 DPRD Banyumas.


Melalui mediasi yang alot, Ketua DPRD Banyumas Budhi Setiawan akhirnya memberikan respon untuk menandatangani surat kesepakatan dokumen yang meliputi :

  1. Kajian ilmiah 7 tahun Jokowi ancaman kebebasan sipil dan kemunduran pemberantasan korupsi.
  2. Rancangan Peraturan Presiden Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (Raperpres UKP-PPHB) terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat.
  3. Kajian poin tuntutan pasca Undang-Undang Cipta Kerja serta menyanggupi untuk meneruskan secara vertikal ke pusat.



“Saya siap untuk meneruskan, bukan menandatangani untuk menyetujui,” ujar dr. Budhi Setiawan saat menemui massa aksi.


Lantaran pihak DPRD tidak menyetujui 6 tuntutan tersebut, maka massa bersepakat akan melakukan aksi lanjutan nasional pada tanggal 21 Oktober 2021.


“Kemungkinan ada tambahan tuntutan baru tetapi kami tetap berkomitmen pada enam tuntutan tersebut. Harapannya semua pimpinan lembaga pemerintahan dapat merefleksikan bersama-sama bukan hanya mengurusi kepentingan pribadi, namun juga kepentingan masyrakat umum,” tutup koordinator lapangan dua Ganut Muhharomi.


Reporter : Pandika Adi Putra, Elsafira Eka Rahmawati, Mukhammad Khoiru Tamam, dan Alma Yashifa


Editor : Ulfatul Khoolidah

Post a Comment

Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?

Previous Post Next Post