Pemilwa Saizu 2024: Dimana Demokrasinya?


Ilustrasi : freepik 

LPM SAKA - Awal tahun 2024, layaknya iklan sirup yang muncul satu tahun sekali, jajaran Panitia Pemilihan Mahasiswa (PPM) kembali menggeliat. Menggelar kontestasi demokrasi terbesar-begitulah seharusnya- dalam rangka menobatkan jajaran elite eksekutif. Namun, mari bersama menilik sejumlah drama sosial yang rasanya menjadi cerita lama yang selalu terulang. Mulai dari persoalan timeline, administrasi, minimnya inovasi, hingga kemunculan akun musiman yang turut mewarnai naik turunnya adrenalin dalam Pemilwa periode ini. Iklim ini jelas melahirkan sejumlah spekulasi, pertanyaan, hingga pernyataan yang dibumbui kepentingan masing-masing pihak.


Kampus sebagai miniatur negara-begitulah yang “mereka” gaungkan-, menstatuskan Pemilwa mampu mewadahi unsur-unsur demokrasi yang berkeadilan, jujur, dan inklusif bagi semua pihak. Mewujudkan pemilwa yang progresif, serta menjaga independensi dari panitia adalah hal standar yang patutnya diwujudkan, bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban tahunan saja. Terlebih mengingat status mahasiswa yang disandang. Begitulah idealnya jika ingin menyebut kampus sebagai miniatur negara.


Mempertanyakan Letak Kedaulatan 

Secara resmi, PPM mengumumkan para bakal calon pimpinan Kampus Hijau. Pemilwa tentunya mengemban tanggung jawab moral dan kewajiban keterlibatan seluruh mahasiswa. Sebab, secara etimologis demokrasi menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat, bukan hanya pada pelanggeng kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, apatisme mahasiswa akan dipengaruhi oleh bagaimana PPM menjalankan fungsinya sebagai lembaga independen penghelat pesta demokrasi. Sebab, pemilwa idealnya adalah pesta demokrasi mahasiswa, bukan pesta elite kampus dan jajarannya.


Isi kepala selalu lebih menarik dibanding isi celana. Adu-jika ada yang diadu- gagasan menjadi perkara paling fundamen dalam kontestasi politik. Setiap masa melahirkan “butuh” yang berbeda, disinilah pentingnya pemimpin visioner yang bukan hanya copas sosok sebelumnya. Melalui visi misi paslon, sejauh mana kebaruan yang mencerminkan kelayakan, dan kemampuan calon dapat dinilai. Jika fenomena copas ini terjadi, maka dapat dijamin bahwa yang bersangkutan sangat tidak layak bahkan untuk sekedar menjadi calon.


Pemilihan calon penguasa perlu diperhatikan sebab hal demikian merupakan upaya dalam menciptakan kesejahteraan bagi para mahasiswa. Selain memahami betul visi misi yang ditawarkan, perlu juga menilik rekam jejak, kejelasan rencana kerja, dan pengalaman keterampilan dari calon.


Pesan untuk Pemilwa

Mahasiswa mengemban kewajiban untuk kritis dalam menentukan pilihan sehingga terhindar dari individu yang menuangkan janji manis dalam visi misi dan berlayar hanya untuk memenuhi laporan pertanggungjawaban.


Sementara itu, Partai Politik Mahasiswa (Parpolma) perlu menyiapkan kader berkualitas dan berkompeten. Terbuka pada individu yang layak menjadi pemimpin serta memutus rantai oligarki.


Bertumpu pada demokrasi yang sehat, setiap suara harus didengar tanpa memandang latar belakang. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat harus berupaya untuk memastikan bahwa semua masukan benar-benar diterima dan dijadikan sebagai evaluasi dalam rangka mencapai pemilwa yang inklusif dan berkeadilan dalam sistem politik di kampus.



Penulis : Umi Amalia

Editor : Ade Arifin Yusuf

Post a Comment

Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?

Previous Post Next Post